Konfrensi Pers APBN KiTa perdana dilakukan Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa, Purbaya mencatat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit di Agustus 2025. Hingga 31 Agustus 2025 defisit APBN tersebut mencapai Rp 321,6 triliun atau 1,35 persen dari PDB nasional.
“Hingga 31 Agustus 2025 APBN defisit Rp 321,6 triliun atau 1,35 persen dari total PDB nasional,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Senin (22/9).
Secara rinci, pendapatan negara hingga akhir Agustus mencapai Rp 1.638 triliun. Artinya, negara sudah mengumpulkan 57,2 persen pendapatan dari target APBN 2025.
Menkeu Purbaya juga sudah membelanjakan APBN senilai Rp 1.960 triliun. Angka itu setara dengan 55,6 persen dari pagu anggaran 2025. Kemudian, dari sisi keseimbangan primer juga mencatatkan surplus sebesar Rp 22 triliun.
Purbaya Yudhi Sadewa juga menjelaskan alasan di balik pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 yang kini ditetapkan sebesar 2,68 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurutnya, kenaikan defisit ini dipicu oleh penambahan belanja negara untuk daerah. Ia menekankan, keputusan tersebut diambil untuk meredam keresahan masyarakat yang muncul akibat tingginya kenaikan pajak daerah, seperti pajak bumi dan bangunan (PBB).
“Kalau daerah terpaksa naikin pajak tinggi-tinggi, itu bisa bikin keresahan. Jadi kita tambahkan dana ke daerah supaya stabilitas sosial dan politik tetap terjaga,” kata Purbaya
Purbaya menegaskan, tambahan belanja negara bukan sekadar pengeluaran, melainkan bentuk investasi jangka panjang. Dengan kondisi masyarakat yang lebih tenang, pembangunan di daerah diharapkan bisa berjalan lebih baik dan memberi keuntungan lebih besar bagi perekonomian nasional.
“Ngapain hemat uang kalau akhirnya keributan di mana-mana. Ini memang kelihatan rugi, tapi nanti untungnya banyak ketika ekonomi stabil,” tegasnya.
Sebelumnya, DPR dan pemerintah menyepakati perubahan postur RAPBN 2026 dengan defisit melebar dari target awal 2,48 persen menjadi 2,68 persen dari PDB. Kenaikan terjadi karena belanja negara naik lebih besar ketimbang pendapatan.