KEJAKSAAN DIJAGA TNI AMAN ATAU TEKANAN?

Koaliasi masyarakat sipil dan pengamat militer menentang Pengerahan TNI untuk menjaga Kejaksaan RI
Wacana tersebut menuai pertentangan, terutama dari koaliasi masyarakat sipil dan pengamat militer. Mereka menilai langkah TNI kebablasan dari wewenang yang sudah ditetapkan oleh konstitusi. Kendati demikian, TNI mengklaim pengerahan prajuritnya sah di mata hukum.
Pengamanan terhadap institusi kejaksaan terungkap pada telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada 5 Mei 2025. Isi telegram itu menyatakan bahwa TNI mendukung kelancaran dan keamanan dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum, baik di Kejati yang mengawasi hukum di tingkat provinsi, maupun Kejari yang menangani wilayah kabupaten/kota.
Telegram Panglima TNI itu ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Maruli Simanjuntak melalui surat kepada Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam). Salinan telegram yang KSAD yang dilihat Tempo tertanggal 6 Mei 2025 menunjukkan rencana pengerahan 1 SST (Satuan Setingkat Peleton) atau sekitar 30 personel uang ditugaskan di kantor Kejati. Kemudian 1 regu atau sekitar 10 personel disebar ke kantor Kejari.
KSAD memerintahkan Satpur (Satuan Tempur) dan Satbanpur (Satuan Bantuan Tempur) Angkatan Darat di wilayah masing-masing untuk menyiapkan personel pengamanan kejaksaan. Apabila tidak dapat memenuhi sesuai kebutuhan, Pangdam diwajibkan untuk berkoordinasi dengan satuan Angkatan Laut maupun Angkatan Udara di wilayah masing-masing.
Bagian kerja sama antara TNI dan Kejaksaan Agung pada 2023
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI), Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, menjelaskan pengerahan prajurit dalam keamanan Kejaksaan adalah kerja sama resmi. Tentara Nasional Indonesia dan Kejaksaan RI membuat kesepakatan yang tertuang dalam Nota Kesepahaman Nomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023.
“Segala bentuk dukungan TNI tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan resmi dan kebutuhan yang terukur, serta tetap mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku,” kata Kristomei melalui keterangan tertulis kepada Tempo pada Ahad 11 Mei 2025.
Nota Kesepahaman itu mencakup 8 lingkup kerja. Di antaranya:
- Pendidikan dan pelatihan;
- Pertukaran informasi untuk kepentingan penegakan hukum;
- Penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia;
- Penugasan jaksa sebagai supervisor di Oditurat Jenderal TNI;
- Dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan;
- Dukungan kepada TNI di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, meliputi pendampingan hukum, bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi, penegakan hukum, serta tindakan hukum lainnya;
- Pemanfaatan sarana dan prasarana dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai kebutuhan;
- Koordinasi teknis penyidikan dan penuntutan serta penanganan perkara koneksitas.
Urgensi kerja sama TNI dan Kejaksaan Agung dipertanyakan Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, mempertanyakan urgensi dan dasar hukum pengerahan militer untuk mengamankan institusi penegak hukum sipil. Ia menilai tidak ada situasi objektif yang memerlukan dukungan militer untuk menjaga keamanan Kejaksaan. “Permintaan dan pemberian dukungan pengamanan dari Kejaksaan justru bentuk dari kegenitan institusi sipil dalam penegakan hukum,” ujarnya dalam pernyataan pers, Senin, 12 Mei 2025.
Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) menilai penugasan TNI di luar aspek pertahanan adalah bentuk penyimpangan terhadap Undang-Undang TNI. Co-Founder ISDS Dwi Sasongko mempertanyakan penugasan TNI di wilayah sipil yang belum ditemukan adanya ancaman militer.