Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan Direktorat Jenderal Bea Cukai terancam dibekukan karena kinerja yang kurang memuaskan di mata pimpinan tertinggi negara hingga masyarakat.
Hal ini seiring dengan banyaknya masalah yang tengah disoroti publik, seperti tidak ada pengawasan bea cukai di bandara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), hingga bocornya impor beras ilegal 250 ton melalui Sabang, Aceh.
“Kita akan bereskan. Jadi Bea Cukai, saya sudah panggil mereka kita rapat internal ya. Kita diskusikan dengan mereka, saya bilang begini, image Bea Cukai kurang bagus di media, di masyarakat, di pimpinan tertinggi kita. Jadi kita harus perbaiki,” tegasnya kepada awak media di kompleks parlemen, Kamis (27/11).
Purbaya sudah meminta waktu untuk membenahi Bea Cukai selama 1 tahun kepada Presiden Prabowo Subianto. Sebab, terdapat ancaman bahwa Ditjen Bea Cukai dapat dibekukan, sehingga nasib 16.000 karyawan berada di ujung tanduk.
“Saya bilang ke mereka, saya sudah minta waktu ke Presiden satu tahun untuk tidak diganggu dulu. Saya biarkan, saya beri waktu saya untuk memperbaiki Bea Cukai, karena ancaman serius,” ungkapnya.
Pemerintah, kata dia, membuka potensi masalah kepabeanan dan cukai di Indonesia dialihkan kepada perusahaan swasta asal Swiss, Societe Generale de Surveilance (SGS), layaknya kebijakan pada masa Orde Baru.
Pada saat itu, Presiden ke-2 Soeharto sempat membekukan Ditjen Bea Cukai pada tahun 1985 karena banyaknya praktik pungli dan penyelundupan. Pembekuan dilakukan hingga tahun 1995.
“Kalau Bea Cukai tidak bisa memperbaiki kinerjanya dan masyarakat masih tidak puas, Bea Cukai bisa dibekukan, diganti dengan SGS. Seperti zaman dulu lagi,” jelas Purbaya.
Dengan demikian, Purbaya memastikan para pegawai Bea Cukai telah memahami ancaman yang mengintai mereka, sehingga semangat untuk berbenah. Salah satunya dengan peningkatan sistem digital di seluruh kantor Bea Cukai untuk mengantisipasi penyelewengan.
“Sekarang cukup baik kemajuannya. Saya pikir tahun depan sudah aman, artinya Bea Cukai akan bisa bekerja dengan baik dan profesional,” tuturnya.
“Karena gini saya bilang, kalau kita gagal memperbaiki nanti 16 ribu orang pegawai Bea Cukai dirumahkan. Orang Bea Cukai pintar-pintar dan siap untuk mengubah keadaan,” tambahnya.
Berdasarkan laman resmi Kementerian Keuangan, pada tahun 1968, Menteri Keuangan saat itu, Ali Wardhana, mengendus banyak penyelewengan dan korupsi di Ditjen Bea dan Cukai, karena kongkalikong antara Bea Cukai dan importir penyelundup.
Kemudian, setelah berdiskusi dengan para menteri dan mendapat penilaian dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.
Soeharto mempercayakan sebagian wewenang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada PT Surveyor Indonesia yang bekerja sama dengan sebuah perusahaan swasta asal Swiss bernama Societe Generale de Surveilance (SGS).
Kewenangan itu kemudian dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan diberlakukan secara efektif pada 1 April 1997, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Kepabeanan.
