Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan Gugatan yang diajukan oleh Syamsul Jahidin, mahasiswa doktoral sekaligus advokat, dan Christian Adrianus Sihite,
Gugatan tersebut terkait penugasan anggota Polri yang menjabat di luar struktur kepolisian. Putusan ini menegaskan bahwa anggota Polri yang ingin menempati jabatan sipil di luar institusi harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian
Putusan MK ini mengubah penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) yang sebelumnya memungkinkan anggota Polri menduduki jabatan di luar kepolisian tanpa pensiun.
Berikut bunyi pasal yang dipermasalahkan pemohon:
Pasal 23 ayat (3): Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan “jabatan di luar kepolisian” adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.
Para pemohon mempersoalkan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan pasal tersebut. Mereka menilai frasa tersebut membuat para polisi bisa menduduki jabatan di luar Polri tanpa mengundurkan diri atau pensiun.
Sebab, pemohon melihat ada sejumlah perwira tinggi polisi yang bisa menduduki jabatan sipil tanpa pensiun. Sebut saja Ketua KPK (Setyo Budiyanto), Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (Rudy Heriyanto Adi Nugroho), Kepala BNN (Suyudi Ario Seto), Wakil Kepala BSSN (Albertus Rachmad Wibowo), hingga Kepala BNPT (Eddy Hartono).
Mahkamah Konstitusi menyatakan seluruh permohonan pemohon dikabulkan terkait frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Putusan ini bertujuan memastikan bahwa anggota Polri hanya bisa menempati jabatan sipil di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Pertimbangan MK menegaskan Pasal 28 ayat (3) UU Polri dan TAP MPR No. VII/MPR/2000 sejalan, yaitu mengharuskan pengunduran diri atau pensiun sebelum menduduki jabatan di luar kepolisian. Frasa yang dicabut dianggap mengaburkan substansi ketentuan tersebut dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Berikut bunyi dua aturan tersebut:
Berikut bunyi TAP MPR Pasal 10 ayat (3):
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Sementara Pasal 28 ayat (3) UU Polri:
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo membaca berkas sidang putusan terkait sengketa Pilkada 2024 wilayah Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Barito Utara dan Provinsi Papua di Gedung MK, Jakarta, Rabu (10/9/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
“Secara substansial, kedua ketentuan tersebut menegaskan suatu hal penting, yaitu Anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian,” demikian kata Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.
MK juga menekankan bahwa jabatan sipil yang dapat diisi anggota Polri harus merujuk pada UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, baik jabatan manajerial maupun non-manajerial. Kalimat “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dihapus karena memperluas norma secara tidak jelas.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” demikian putusan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo.
“Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam penjelasan pasal 28 ayat (3) UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” lanjut Suhartoyo.
Selain itu Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa frasa yang dicabut tidak memperjelas norma pasal 28 ayat (3) UU Polri. Frasa tersebut dinilai menimbulkan kerancuan dan memperluas norma yang seharusnya tegas, yaitu keharusan mengundurkan diri atau pensiun sebelum menduduki jabatan sipil.
Ridwan menyebutkan bahwa ketentuan yang benar adalah: “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian.” Frasa tambahan sebelumnya dianggap menimbulkan ketidakjelasan.
MK menegaskan bahwa ketidak jelasan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anggota Polri yang ingin menduduki jabatan sipil. Perumusan norma yang tepat akan memastikan kepastian hukum dan meminimalkan tafsir yang keliru.
“Dalil pemohon bahwa frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam penjelasan pasal 28 ayat (3) 2/2002 telah nyata menimbulkan kerancuan dan memperluas norma pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana dijamin dalam pasal 28 D ayat (1) UUD NRI tahun 1945 adalah beralasan menurut hukum,” ujarnya.
