Para jaksa di Jakarta Barat layak disebut pagar makan tanaman. Bukannya menjaga barang bukti hasil penyidikan kejahatan investasi bodong, mereka malah mengambilnya. Bukan cuma satu jaksa, tapi banyak jaksa.
Syahdan, Kejaksaan Negeri Jakarta Barat menyidik lalu menyita barang bukti investasi robot trading Fahrenheit. Tuduhan dasarnya adalah penipuan. Barang buktinya berupa uang hasil menipu banyak nasabah yang tergiur uang besar investasi di Internet.
Seorang jaksa, Azam Akhmad Akhsya, telah divonis bersalah karena menerima suap Rp 11,7 miliar dalam pengusutan perkara ini. Dari Azam, uang barang bukti itu juga mengalir ke banyak jaksa lain. Namun, “partner in crime” Azam itu hanya divonis menyalahi etika.
Kejaksaan Agung tidak menyangkal kejahatan para jaksa di Jakarta Barat itu. Namun, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan perbuatan para jaksa itu hanya kelalaian sehingga tidak akan diproses secara pidana. Apalagi mereka tidak memiliki mens rea (niat jahat) menerima uang hasil kejahatan tersebut.
Sementara itu Kejaksaan Agung mengatakan tidak ada pelanggaran pidana dalam skandal dugaan penerimaan uang oleh mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Hendri Antoro. Karena itu, Hendri hanya dijatuhi sanksi pencopotan jabatan dan pembebastugasan sebagai jaksa serta ditempatkan di bagian tata usaha selama satu tahun.
Sanksi yang sama juga diberikan kepada Iwan Ginting, mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disebut turut menerima uang Rp 500 juta. Seperti halnya, Hendri, Iwan juga ditempatkan di bagian tata usaha dan dibebastugaskan dari penugasan jaksa.
Jabatan Hendri sebagai Kajari Jakbar dicopot pada pertengahan September 2025. Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jakarta Haryoko Ari Prabowo ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Kajari Jakbar.
Anang mengatakan Hendri dikenakan sanksi oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan karena kelalaiannya sebagai Kajari dalam mengawasi anak buahnya. “Ya, ada kelalaian sebagai Kepala Kejaksaan Negeri selaku atasannya yang seharusnya bisa mencegah.”
Hendri sebelumnya diduga menerima uang dari Azam sekitar Rp 500 juta. Penyerahan uang itu dititipkan melalui pejabat selevel kepala seksi di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada Desember 2023. Hal itu termuat dalam surat dakwaan Azam. Atas tudingan tersebut, Hendri telah menyangkalnya.
Hendri pasrah menerima sangsi tersebut dan dirinya tidak mengajukan banding atas sanksi yang dijatuhkan Jamwas terhadapnya.
Selain Hendri, Azam juga diduga membagi uang tilapan ke sejumlah jaksa lain. Namun sebagai besar diberikan kepada sang istri ,Tiara Andini. Dari total uang Barbuk yang ditilap Azam dan pengacara, Azam mendapat bagian Rp 11,7 miliar. Senilai Rp 8 miliar diberikan kepada istrinya, Rp 200 juta untuk sang kakak dan untuk kepentingan pribadinya Rp 1,1 miliar.
Sisanya baru dibagikan ke kolega sesama jaksa. Yakni ke mantan Kajari Jakbar Iwan Ginting-pendahulu Hendri Antoro sebesar Rp 500 juta, Kepala Seksi Barang Bukti Kejari Jakarta Barat Dody Gazali Rp 300 juta, mantan Kasi Pidum Kajari Jakbar Sunarto Rp 450 juta, Kasi Pidum Kejari Jakarta Barat M. Adib Adam Rp 300 juta, Kasubsi Pra-Penuntutan Kejari Jakarta Barat Baroto Rp 200 juta, dan seorang staf Rp 150 juta. Semua jaksa yang diduga menerima uang dari Azam telah mendapat sanksi dari Jaksa Agung Muda Pengawasan.
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, melihat sebaliknya. Para jaksa itu, kata dia, bisa dijerat dengan pasal gratifikasi. Soal mens rea atau perencanaan kejahatan, menurut Zaenur, bisa diuji di pengadilan.