Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap lima orang tersangka yang merekrut anak-anak melalui media sosial dan game online untuk jaringan terorisme.
Para pelaku ini memulai pendekatan lewat media sosial. Salah satunya lewat game online, lalu mengarahkan target anak-anak ke grup yang lebih privat yang terenkripsi, untuk proses indoktrinasi.
Hal itu diungkap dalam konferensi pers ‘Penanganan Rekrutmen Secara Online Terhadap Anak-anak oleh Kelompok Terorisme’ di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11).
Karopenmas Div Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, membenarkan adanya pola rekrutmen yang menyasar anak-anak yang bermain game online ini.
“Rekrutmen secara online untuk kelompok terorisme yang menargetkan anak-anak yang telah berhasil diungkap oleh Densus 88 AT Polri,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam setahun terakhir, terungkap 3 kasus yang menggunakan modus rekrutmen lewat ruang digital seperti media sosial, game online, aplikasi pesan instan, hingga situs tertutup.
Terbaru, Densus 88 menangkap dua tersangka pada Senin (17/11), yang berperan sebagai perekrut dan pengendali komunikasi di Sumatera Barat dan Jawa Tengah. Sebelumnya, tiga orang lainnya juga sudah ditangkap.
“Dan di grup media sosial tersebut, 5 orang dewasa telah ditangkap,” kata Truno.
Para pelaku berinisial FW alias JT asal Medan; LM dari Banggai, Sulteng; PP alias BBMS dari Sleman; MSVO asal Tegal; serta JJS alias BS dari Agam.
Hingga saat ini, Densus 88 mencatat sekitar 110 anak berusia 10–18 tahun di 23 provinsi diduga telah terekrut.
Trunoyudo menyebut, propaganda awal disebar di platform terbuka seperti Facebook, Instagram, dan game online, lalu target yang dianggap potensial dihubungi melalui WhatsApp atau Telegram.
“Propaganda pada awalnya didominasi melalui platform yang lebih terbuka seperti FB, Instagram, dan game online. Kemudian setelahnya mereka yang dianggap target potensial akan dihubungi secara pribadi atau japri,” jelasnya
Konten yang disebar berupa video pendek, animasi, meme, hingga musik. Ia menegaskan, kerentanan anak dipengaruhi faktor seperti bullying, broken home, kurang perhatian keluarga, pencarian jati diri, marginalisasi sosial, serta rendahnya literasi digital dan pemahaman agama.
Juru Bicara Densus 88 AKBP Mayndra Eka menambahkan, “Pada tahun ini Densus 88 melakukan penegakan hukum terhadap kurang lebih 5 orang dewasa yang berusaha melakukan rekrutmen terhadap anak-anak dan pelajar ya, kaitannya dengan jaringan terorisme,” kata dia.
Ia menegaskan, saat ini proses hukum sedang berjalan terhadap 5 tersangka itu. Sementara anak-anak yang diidentifikasi sebagai korban, ditangani bersama PPA, Kemensos, dan berbagai pemangku kepentingan.
Mayndra juga menyebut jaringan teroris yang merekrut secara online ini melibatkan seluruh provinsi di Indonesia.
“Hampir seluruh provinsi yang ada di Indonesia terlibat ya, karena ini jaringannya online,” katanya.
