Wakil Bupati Jember, Djoko Susanto, melaporkan Bupati Jember, Muhammad Fawait, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Djoko menyampaikan telah bersurat kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
“Yang saya tempuh cara kedinasan dengan surat. Selama ini saya diam, tapi sudah dibuka KPK, ya betul saya yang bersurat,” kata Djoko kepada wartawan, Senin (22/9).
Menurutnya, laporan ke KPK dilakukan agar ada tindak lanjut terhadap berbagai indikasi penyimpangan anggaran hingga penyalahgunaan wewenang.
Dirinya merasa tidak dilibatkan dalam keputusan penting daerah salah satunya adalah penyusunan rencana APBD maupun pembelanjaan anggaran berlangsung tidak transparan. Sebagai wakil bupati, Djoko bahkan tidak mendapat akses untuk sekadar melakukan pengawasan.
“Saya tidak minta proyek, tapi ingin memastikan APBD jangan sampai ‘dicolong’ (dikorupsi). Namun, tidak pernah dilibatkan dalam rencana APBD, dan diberi tahu saja tidak. Ujug-ujug paripurna, itu pun kalau saya diundang sudah tinggal pengesahan,” keluhnya.
Djoko mengatakan, justru yang mendapat akses adalah organ ad hoc bentukan Bupati Fawait berisi sejumlah politikus mantan tim sukses, yakni Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D).
“TP3D nama lain dari tim ahli itu kan sudah dilarang. Dibentuk tanpa dasar hukum, bertentangan dengan instruksi Presiden RI. Malah TP3D leluasa memanggil kepala-kepala OPD yang bisa jadi mengintervensi kebijakan,” serunya.
“Sementara saya, sebagai wakil bupati, ditolak memberi nota dinas resmi untuk membina kepala-kepala OPD agar pejabat-pejabat itu bekerja secara profesional dan mematuhi hukum,” imbuh Djoko.
Ia berharap KPK menanggapi serius laporannya, meski tidak mengungkap detail bukti atau petunjuk yang disertakan.
“Saya tegaskan, tidak akan menyesal bila permintaan pembinaan kepada KPK pada hal-hal yang rawan korupsi itu berubah jadi penindakan,” ketusnya.
Adapun permohonan Djoko kepada Mendagri dan Gubernur Jatim terkait penanganan masalah birokrasi. Di antaranya menyangkut tata kelola pemerintahan, penataan aset daerah, dan penempatan pejabat.
“Saya dapat banyak laporan aset disalahgunakan, semisal kendaraan bermotor dipakai oleh bukan pejabat. Kemudian, pejabat ditunjuk tanpa pertimbangan jabatan yang semestinya,” ulas Djoko.
Di sisi lain, KPK sudah membenarkan adanya aduan tersebut. Menurut juru bicara KPK, Budi Prasetyo, aduan itu disampaikan terkait dengan pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi di pemerintah daerah (Pemda).