CEO Danantara Rosan Roeslani mengungkap proses restrukturisasi utang jumbo proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh tengah berjalan. Negosiasi pun sedang dilakukan dengan pihak China.
Restrukturisasi utang Whoosh ada dalam salah satu dari 22 program kerja strategis yang tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025 Danantara.
“Iya, sedang berjalan dengan pihak China, baik dengan pemerintah China, sedang berjalan,” kata Rosan Rosan
Ia menuturkan, restrukturisasi utang KCJB yang Danantara inginkan adalah restrukturisasi yang meminimalisir potensi masalah ke depannya. Maka itu, Rosan juga menyebut ia ingin restrukturisasi utang ini merupakan reformasi secara keseluruhan.
“Jadi begitu kita restruk, ke depannya tidak akan terjadi lagi hal-hal seperti ini, seperti keputusan default dan lain-lain,” ujarnya.
Terkait pengaruh restrukturisasi utang KCJB yang tengah berlangsung terhadap rencana kelanjutan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Rosan menyebut hal itu merupakan ranah dari Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK). Meski demikian, ia ingin nantinya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung memiliki struktur yang tepat.
“Tapi intinya, kalaupun ini yang Jakarta-Surabaya dilaksanakan, strukturnya itu adalah struktur yang benar-benar sustainable lah,” kata Rosan.
Saat ini, Operator KCJB yakni PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd.
Adapun komposisi pemegang saham PSBI berdasarkan info di KCIC, yaitu PT Kereta Api Indonesia (Persero) 58,53 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 33,36 persen, PT Perkebunan Nusantara I 1,03 persen, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk 7,08 persen. Adapun komposisi pemegang saham Beijing Yawan HSR Co. Ltd yaitu CREC 42,88 persen, Sinohydro 30 persen, CRRC 12 persen, CRSC 10,12 persen, dan CRIC 5 persen.
Proyek kereta cepat ini juga mendapatkan pendanaan besar dari China Development Bank (CDB). Sekitar 75 persen kebutuhan pembiayaan proyek berasal dari pinjaman lembaga tersebut, dengan nilai yang diperkirakan mencapai Rp 6,98 triliun.